Jumat, 13 November 2015

Feature



Becak Teman Setia Hingga 50 Tahun
Palu – (11/11) Becak salah satu sarana angkutan umum beroda tiga yang digerakkan tenaga kaki. Eksistensinya sudah ada sejak zaman Belanda. Kini, sarana angkutan yang digerakkan kaki itu lambat laun mulai ditinggalkan. Walau demikian, kaki keriput yang tak lelah mengayuh menyusuri jalanan Kota Palu ini masih dilakoni.

Berprofesi sebagai tukang becak yang beroperasi di sekitar pasar  inpres dilakoni Pade Usman untuk mencari rezeki halal dengan mengandalkan tenaga yang tak lagi sekuat dulu.

Pagi-pagi sekali Pade Usman (76) keluar dari rumahnya di Sungai Sausu. Ia menuju Pasar Inpres, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Sampai sore hari Pade Usman akan berada di sana sambil menunggu warga yang masih mau menggunakan jasanya. Ia adalah satu di antara sejumlah penarik becak yang masih bisa ditemui di sudut jalanan Kota Palu.

Demikian kesan yang tampak di diri ayah empat anak dan kakek dari beberapa cucu serta cicit ini. Tenaganya memang tidak sekuat ketika muda dulu, namun pekerjaannya masih sama, menjadi penarik becak.

"Mau kerja apalagi, hanya tarik becak yang saya bisa. Mungkin sudah 50 tahun jadi tukang becak," tutur Pade Usman.

Pade Usman yang seumur hidup tak pernah mengenyam pendidikan formal, menegaskan kakinya masih kuat mengayuh becak, bahkan tak pernah sakit. Mungkin karena setiap pagi dia rajin mengonsumsi madu dicampur telur ayam kampung.

Sembari perlihatkan kartu tanda penduduk (KTP), Pade Usman mengungkapkan tahun kelahirannya di KTP itu hanya rekaan. Dirinya merasa usia sebenarnya bukan 76 tahun, tapi lebih dari itu.

Dia lahir di Kabupaten Maros, 30 kilometer dari Kota Makassar, bersama dua saudaranya dan dibesarkan di kota itu oleh orangtuanya. Orangtuanya merupakan buruh tani dan tidak menyekolahkannya.

Waktu terus berputar, Pade Usman menikah dan anak-anaknya lahir. Dia kemudian berinisiatif mengadu nasib ke Palu meski tahu tidak punya keahlian apa-apa. Alhasil, setiba di Palu, Pade Usman  hanya bisa mengayuh becak. Dia sudah lupa tahun berapa menginjakkan kaki di Kota Palu.

Anak-anak dan menantunya juga ada yang bekerja serupa sebagai penarik becak. Ada penarik bentor atau becak motor, becak bertenaga mesin, dan pekerja bangunan. Anak-anaknya hanya sempat mengecap pendidikan hingga SMP karena dia tak sanggup membiayai.

Becak renta miliknya hingga saat ini masih menjadi teman setia. Melalui becak itu, dia mampu menghasikan Rp15 ribu hingga Rp25 ribu per hari. Kalau dulu, kata Amir, penghasilannya bisa mencapai Rp50 ribu. Saat itu Rp50 ribu masih bernilai tinggi.

Penghasilan itu diperolehnya karena memang masih sedikit becak di Palu dan belum ada taksi. "Sudah banyak taksi jadi jarang orang yang mau pakai becak sekarang," ujarnya.

Kendati jasanya tak lagi jadi pilihan utama, Pade Usman memilih bertahan karena memang tak punya pilihan lain selain menjadi penarik becak. Dia tetap bersyukur, karena menurutnya rezeki bisa datang dari mana saja.

Tukang Becak seakan menjadi profesi di ujung zaman, semakin banyaknya orang memiliki kendaraan membuat profesi jasa tukang becak ini semakin tergerus dan lambat laun menghilang. Masih banyak orang seperti Pade Usman yang mencoba bertahan menjadi tukang becak demi bertahan hidup di Kota Palu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar