Becak
Teman Setia Hingga 50 Tahun
Palu
– (11/11) Becak salah satu sarana angkutan umum beroda tiga yang digerakkan
tenaga kaki. Eksistensinya sudah ada sejak zaman Belanda. Kini, sarana angkutan
yang digerakkan kaki itu lambat laun mulai ditinggalkan. Walau demikian, kaki
keriput yang tak lelah mengayuh menyusuri jalanan Kota Palu ini masih dilakoni.
Berprofesi
sebagai tukang becak yang beroperasi di sekitar pasar inpres dilakoni
Pade Usman untuk mencari rezeki halal dengan mengandalkan tenaga yang tak lagi
sekuat dulu.
Pagi-pagi sekali Pade Usman (76)
keluar dari rumahnya di Sungai Sausu. Ia menuju Pasar Inpres, Kota Palu,
Sulawesi Tengah.
Sampai sore hari Pade Usman akan
berada di sana sambil menunggu warga yang masih mau menggunakan jasanya. Ia
adalah satu di antara sejumlah penarik becak yang masih bisa ditemui di sudut
jalanan Kota Palu.
Demikian kesan yang tampak di
diri ayah empat anak dan kakek dari beberapa cucu serta cicit ini. Tenaganya
memang tidak sekuat ketika muda dulu, namun pekerjaannya masih sama, menjadi
penarik becak.
"Mau kerja apalagi, hanya
tarik becak yang saya bisa. Mungkin sudah 50 tahun jadi tukang becak,"
tutur Pade Usman.
Pade Usman yang seumur hidup tak
pernah mengenyam pendidikan formal, menegaskan kakinya masih kuat mengayuh
becak, bahkan tak pernah sakit. Mungkin karena setiap pagi dia rajin
mengonsumsi madu dicampur telur ayam kampung.
Sembari perlihatkan kartu tanda
penduduk (KTP), Pade Usman mengungkapkan tahun kelahirannya di KTP itu hanya
rekaan. Dirinya merasa usia sebenarnya bukan 76 tahun, tapi lebih dari itu.
Dia lahir di Kabupaten Maros, 30
kilometer dari Kota Makassar, bersama dua saudaranya dan dibesarkan di kota itu
oleh orangtuanya. Orangtuanya merupakan buruh tani dan tidak menyekolahkannya.
Waktu terus berputar, Pade Usman
menikah dan anak-anaknya lahir. Dia kemudian berinisiatif mengadu nasib ke Palu
meski tahu tidak punya keahlian apa-apa. Alhasil, setiba di Palu, Pade Usman hanya bisa mengayuh becak. Dia sudah lupa
tahun berapa menginjakkan kaki di Kota Palu.
Anak-anak dan menantunya juga
ada yang bekerja serupa sebagai penarik becak. Ada penarik bentor atau becak
motor, becak bertenaga mesin, dan pekerja bangunan. Anak-anaknya hanya sempat
mengecap pendidikan hingga SMP karena dia tak sanggup membiayai.
Becak renta miliknya hingga saat
ini masih menjadi teman setia. Melalui becak itu, dia mampu menghasikan Rp15
ribu hingga Rp25 ribu per hari. Kalau dulu, kata Amir, penghasilannya bisa
mencapai Rp50 ribu. Saat itu Rp50 ribu masih bernilai tinggi.
Penghasilan itu diperolehnya
karena memang masih sedikit becak di Palu dan belum ada taksi. "Sudah
banyak taksi jadi jarang orang yang mau pakai becak sekarang," ujarnya.
Kendati jasanya tak lagi jadi
pilihan utama, Pade Usman memilih bertahan karena memang tak punya pilihan lain
selain menjadi penarik becak. Dia tetap bersyukur, karena menurutnya rezeki
bisa datang dari mana saja.
Tukang
Becak seakan menjadi profesi di ujung zaman, semakin banyaknya orang memiliki
kendaraan membuat profesi jasa tukang becak ini semakin tergerus dan lambat
laun menghilang. Masih banyak orang seperti Pade Usman yang mencoba bertahan
menjadi tukang becak demi bertahan hidup di Kota Palu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar